PENGERTIAN DAN PERSPEKTIF HISTORIS TENTANG PERILAKU
ABNORMAL
A.
Pengertian
Psikologi Abnormal.
Psikolgi abnormal
adalah suatu cabang dari psikologi yang mempelajari tentang prilaku
yang abnormal (abnormal behavior)perilaku
yang tidak biasa, emosi dan pikiran, yang mungkin atau mungkin tidak dipahami
sebagai precipitating gangguan mental.khususnya
yang berkaitan dengan patologis yang disebut juga sebagai gangguan
prilaku (behavior disorder).
Abnormal itu sendiri
berarti prilaku yang menyimpang dari normal. Dimana standar prilaku normal itu
sendiri bervariyasi, misalnya perbedaan kultur atau budaya, di indonesia
meludahi orang lain berarti berprilaku tidak sopan, namun di belahan dunia lain
meludahi orang yang baru datang berarti menyambutnya dan sebagainya. Namun dari
pengertian tersebut, prilaku yang abnormal tidak serta merta dianggap
patologis.
Menurut Szasz, prilaku
seseorang dianggap patologis apabila pola prilaku yang telah dipelajarinya
secara minimal sekalipun tidak mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh
masyarakatnya(socially maladjusted).
Jadi, dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa konsep gangguan jiwa itu meliputi adanya gejala
klinis yang bermakna berupa sindrom perilaku atau sindrom psikologik, gejala
klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), dan menimbulkan disabilitas
(disability; misalnya tidak bisa makan sendiri, tidak bisa mandi sendiri).
Perilaku abnormal
adalah suatu penyimpangan (deviasi). Seseorang dikatakan mengalami penyimpangan
kalau ia berperilaku berbeda dari reratanya. Hal ini didasarkan pada
perhitungan statistik, yang mendasarkan gejala-gejala kejiwaan maupun ukuran
perilaku pada nilai rerata. Orang yang di bawah ukuran rerata kecerdasan,
tergolong menyimpang dari rerata, demikian pula nilai di atas rerata juga
tergolong menyimpang dari rerata.
Penyimpangan juga dapat
dilihat dari fungsi optimal. Orang yang tidak berfungsi optimal juga mengalami
gangguan dalam kondisi tertentu. Definisi abnormal dapat dilihat dari perilaku
sebagai akibat dari gangguan yang sifatnya biologis (fisik), psikologis dan
sosial.
Kriteria Perilaku
Abnormal secara sederhana dapat dikategorisasikan sebagai berikut
a. Segi
Biologis. Tingkat
abnormal dari unsur biokimia dalam sistem saraf. Gejala fisik, terlihat dari
tidur, nafsu makan dan tingkat energi. Adanya gangguan dalam struktur dan
fungsi dari bagian-bagian dalam otak.
b. Segi
Psikologis.
Pengalaman persepsi dan penginderaan (sensori) yang luar biasa. Fungsi kognitif
yang mundur atau aneh. Status emosi terganggu. Distress personal: perilaku
menyimpang.
c. Segi
sosial. Bertentangan
dengan norma-norma sosial. Berbahaya bagi orang lain.
Perilaku
abnormal dapat dilakukan dengan pendekatan tiga perspektif
a.
Frekuensi
statistik.
Perilaku
abnormal ditinjau dari perspektif frekuensi statistik, apakah perilaku yang
dilakukan jarang ada di populasi umum.
b.
Norma
sosial.
Tinjauan dari perspektif kedua adalah
norma sosial, perilakunya benar-benar menyimpang dari penerimaan standar
sosial, nilai-nilai yang berlaku, dan norma-norma pada umumnya. Norma dari
waktu ke waktu terbentuk secara mapan, dan secara bertahap mengalami perubahan.
Apakah seseorang mengalami penyimpangan berdasarkan norma-norma masyarakat,
bila dievaluasi berdasarkan persepktif ini? Mungkin lebih mudah
mengevaluasinya, saat ia berjalan bertelanjang atau tidak menunjukkan diri
dalam waktu satu minggu?
c.
Penyimpangan
perilaku.
Perspektif
ketiga memandang perilaku abnormal, bila hal tersebut bertentangan dengan
fungsi hidup kemampuan individu dalam masyarakat. Apakah seseorang dapat
berfungsi, sebagaimana seharusnya dalam kehidupan sehari-hari? Hal ini mencakup
kemampuan bekerja sama, merawat diri sendiri, dan memiliki interaksi sosial
yang normal.
Ada gejala-gejala yang
menandai perilaku terganggu atau gangguan psikis, antara lain adalah:
a. Berkeringat terus
menerus apabila berbicara dengan orang asing atau orang yang belum dikenal.
b. Menolak makan karena
merasa terlalu gemuk dan ingin menjadi kurus.
c. Merasakan orang lain di
sekitarnya selalu mengikuti dirinya dan menyadap pembicarannya.
d. Melakukan cuci tangan
setiap kali dan berkali-kali.
e. Berpikir terus menerus
tentang ayahnya, sehingga menganggu pekerjaannya.
f. Merasa harus melakukan
suatu perilaku berulang-ulang, tanpa dapat ditolak.
g.
Merasa cemas tanpa alasan.
Ada beberapa
kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu perilaku abnormal, antara lain:
1.
Statistical infrequency.
Perspektif
ini menggunakan pengukuran statistik dimana semua variabel yang yang akan
diukur didistribusikan ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk
lonceng. Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya
abnormalitas ditunjukkan pada distribusi di kedua ujung kurva. Digunakan
dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya mengukur tekanan darah, tinggi
badan, intelegensi, ketrampilan membaca, dan sebagainya
Namun, kita
jarang menggunakan istilah abnormal untuk salah satu kutub (sebelah kanan).
Misalnya orang yang mempunyai IQ 150, tidak disebut sebagai abnormal tapi
jenius.
Tidak
selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal. Misalnya seorang atlet yang
mempunyai kemampuan luar biasa tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan
informasi lain sehingga dapat ditentukan apakah perilaku itu normal atau
abnormal.
2.
Unexpectedness.
Biasanya
perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon yang tidak diharapkan terjadi.
Contohnya seseorang tiba-tiba menjadi cemas (misalnya ditunjukkan dengan
berkeringat dan gemetar) ketika berada di tengah-tengah suasana keluarganya
yang berbahagia. Atau seseorang mengkhawatirkan kondisi keuangan keluarganya,
padahal ekonomi keluarganya saat itu sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan
adalah tidak diharapkan terjadi.
3.
Violation of norms.
Perilaku
abnormal ditentukan dengan mempertimbangkan konteks sosial dimana perilaku
tersebut terjadi. Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti normal.
Sebaliknya jika bertentangan dengan norma yang berlaku, berarti abnormal.
Kriteria
ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif tergantung pada norma
masyarakat dan budaya pada saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an,
homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang homoseksual tidak lagi
dianggap abnormal.
Walaupun
kriteria ini dapat membantu untuk mengklarifikasi relativitas definisi abnormal
sesuai sejarah dan budaya tapi kriteria ini tidak cukup untuk mendefinisikan
abnormalitas. Misalnya pelacuran dan perampokan yang jelas melanggar norma
masyarakat tidak dijadikan salah satu kajian dalam psikologi abnormal.
4.
Personal distress.
Perilaku
dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi
individu. Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya
psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa menunjukkan suatu rasa
bersalah atau kecemasan. Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan
abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik. Kriteria ini bersifat
subjektif karena susah untuk menentukan setandar tingkat distress seseorang
agar dapat diberlakukan secara umum.
5.
Disability.
Individu
mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai tujuan karena abnormalitas
yang dideritanya. Misalnya para pemakai narkoba dianggap abnormal karena
pemakaian narkoba telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan untuk
menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan.
Tidak begitu
jelas juga apakah seseorang yang abnormal juga mengalami disability. Misalnya
seseorang yang mempunyai gangguan seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan
seksual dengan cara mengintip orang lain telanjang atau sedang melakukan
hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami disability dalam
masalah seksual.
Mitos dan
fakta tentang perilaku abnormal
FAKTA
|
|
Perilaku abnormal sangat aneh dan sangat berbeda
dengan orang normal
Gangguan mental akibat adanya kekurangan dalam diri
yang tidak teratasi
Gangguan mental dipengaruhi sihir atau magic
|
Penderita gangguan sukar dibedakan dengan orang
normal
Setiap orang punya potensi dan kesempatan sama untuk
terganggu dan bertingkah laku abnormal
Banyak orang-orang yang percaya Tuhan terkena
gangguan mental dan masyarakat kurang mengetahui pengetahuan ilmiah.
|
Contoh
Perilaku Abnormal :
Dalam kehidupan
sehari-hari kita mengenal perilaku aneh yang berbeda dari orang-orang umumnya. Misalnya
ada orang yang marah-marah tanpa sebab, orang yang hidupnya suka menyendiri,
atau ada orang yang murung berkepanjangan, sehingga tidak mampu mengerjakan
tugasnya sehari-hari. Seseorang dapat saja mengalami rasa tertekan (distress)
sehingga cemas dan ketakutan, sehingga menganggu ketenangan orang lain. Orang
ini kemana-mana tidak berani sendirian, ia mengira-ira berbagai masalah dan
kesulitan akan menimpa dirinya, dan banyak masalah yang akan timbul dalam
perjalanannya.Sampai suatu saat, seseorang mengalami gangguan psikis (stres,
cemas, depresi,halusinasi, kehilangan
kesadaran rasa bersalah dan sebagainya).
B.
Perspektif
Historis Tentang perilaku Abnormal.
Sepanjang sejarah budaya barat, konsep perilaku abnormal telah dibentuk,
dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia waktu itu. Contohnya, masyarakat purba
menghubungkan perilaku abnormal dengan kekuatan supranatural atau yang bersifat
ketuhanan. Para arkeolog telah menemukan kerangka manusia dari Zaman Batu
dengan lubang sebesar telur pada tengkoraknya. Satu interpretasi yang muncul
adalah bahwa nenek moyang kita percaya bahwa perilaku abnormal merefleksikan
serbuan/invasi dari roh-roh jahat. Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang
disebut trephination--menciptakan sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh
tertentu.
Pada abad pertengahan kepercayaan tersebut makin meningkat pengaruhnya
dan pada akhirnya mendominasi pemikiran di zaman pertengahan. Doktrin tentang
penguasaan oleh roh jahat meyakini bahwa perilaku abnormal merupakan suatu
tanda kerasukan oleh roh jahat atau iblis. Rupanya, hal seperti ini masih dapat
dijumpai di negara kita, khususnya di daerah pedalaman. Pernah saya melihat di
tayangan televisi yang mengisahkan tentang seorang ibu dirantai kakinya karena
dianggap gila. Oleh karena keluarga meyakini bahwa sang ibu didiami oleh roh
jahat, maka mereka membawa ibu ini pada seorang tokoh agama di desanya. Dia
diberi minum air putih yang sudah didoakan. Mungkin inilah gambaran situasi
pada abad pertengahan berkaitan dengan penyebab perilaku abnormal.
Lalu apa yang dilakukan waktu itu? Pada abad pertengahan, para pengusir
roh jahat dipekerjakan untuk meyakinkan roh jahat bahwa tubuh korban yang
mereka tuju pada dasarnya tidak dapat dihuni. Mereka melakukan pengusiran roh
jahat (exorcism) dengan cara, misalnya: berdoa,
mengayun-ayunkan tanda salib, memukul, mencambuk, dan bahkan membuat korban
menjadi kelaparan. Apabila korban masih menunjukkan perilaku abnormal, maka ada
pengobatan yang lebih kuat, seperti penyiksaan dengan peralatan tertentu.
Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh jahat tetap bertahan hingga
bangkitnya ilmu pengetahuan alam pada akhir abad ke 17 dan 18. Masyarakat
secara luas mulai berpaling pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk
menjelaskan fenomena alam dan perilaku manusia. Akhirnya, model-model perilaku
abnormal juga mulai bermunculan, meliputi model-model yang mewakili perspektif
biologis, psikologis, sosiokultural, dan biopsikososial. Di bawah ini adalah
penjelasan-penjelasan singkatnya.
a.
Perspektif biologis.
Seorang dokter Jerman, Wilhelm
Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit
di otak. Pandangan ini cukup memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti Emil
Kraepelin (1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri
pada tahun 1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit
fisik. Memang tidak semua orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa
setiap pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun
mereka mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat
dihubungkan dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat
dikonseptualisasikan sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya.
b.
Perspektif psikologis.
Sigmund Freud, seorang dokter muda
Austria (1856-1939) berpikir bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada
interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. Model yang
dikenal sebagai model psikodinamika ini merupakan model psikologis utama yang
pertama membahas mengenai perilaku abnormal.
c.
Perspektif sosiokultural.
Pandangan ini meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan
konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku muncul untuk
memahami akar dari perilaku abnormal. Penyebab perilaku abnormal dapat
ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya.
Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat,
seperti kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender, gaya hidup,
dan sebagainya.
d.
Perspektif biopsikososial.
Pandangan ini meyakini bahwa
perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat dipahami hanya dari salah satu
model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat
dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi antara berbagai
macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.
PERPEKTIF HISTORIS TENTANG GANGGUAN
ABNORMAL
1.
Model Demonologi.
Arkeolog
menemukan lubang sebesar telor pada tengkorang manusia.
Perilaku abnormal merefleksikan serbuan/ invasi dari roh-roh jahat.
Lubang di atas ditujukan untuk jalan agar roh-roh yang marah dapat keluar.
Threpination untuk membatasi agar masyarakat berperilaku baik.
Model ini mengaitkan perilaku abnormal dengan supranatural atau hal-hal gaib.
Babylonia : perjalanan bintang dan planet ditentukan oleh perjalanan dan konflik dari para dewa.
Perilaku abnormal merefleksikan serbuan/ invasi dari roh-roh jahat.
Lubang di atas ditujukan untuk jalan agar roh-roh yang marah dapat keluar.
Threpination untuk membatasi agar masyarakat berperilaku baik.
Model ini mengaitkan perilaku abnormal dengan supranatural atau hal-hal gaib.
Babylonia : perjalanan bintang dan planet ditentukan oleh perjalanan dan konflik dari para dewa.
Yunani
Kuno : dewa-dewa memperlakukan mereka seperti mainan, jika dewa marah maka
terciptalan bencana alam bahkan ketidakwarasan.
Orang yang berperilaku abnormal dimasukkan ke dalam kuil untuk dipersembahkan kepada dewa Aesculapius (penyembuh).
Orang yang berperilaku abnormal dimasukkan ke dalam kuil untuk dipersembahkan kepada dewa Aesculapius (penyembuh).
2.
Asal Mula Model Medis: dalam “Cairan
Tubuh Manusia Memicu Penyakit”.
Hipocrates (460 SM) bapak ilmu kedokteran, meyakini bahwa perilaku abnormal terjadi karena ketidakseimbangan cairan dalam tubuh.
Orang yang tidak bertenaga atau lambat diyakini memiliki kelebihan lendir (plegm)
Kelebihan cairan empedu hitam diyakini menyebabkan depresi atau melankolia.Terlalu banyak cairan darah menimbulkan disposisi sanguinis: ceria, percara diri, optimis.
Hipocrates (460 SM) bapak ilmu kedokteran, meyakini bahwa perilaku abnormal terjadi karena ketidakseimbangan cairan dalam tubuh.
Orang yang tidak bertenaga atau lambat diyakini memiliki kelebihan lendir (plegm)
Kelebihan cairan empedu hitam diyakini menyebabkan depresi atau melankolia.Terlalu banyak cairan darah menimbulkan disposisi sanguinis: ceria, percara diri, optimis.
Kelebihan
cairan empedu kuning membuat orang-orang menjadi muram dan koleris (cepat
marah).
Meskipun teorinya sudah tidak lagi dianut, Hipocrates berhasil menyangkal pendekatan demonologis dan menggolongkan perilaku abnormal ke dalam tiga bagian, yakni:
a) Melankolia untuk menandai depresi
yang berlebihan.
b) Maniak untuk mengacu pada
kegembiraan yang berlebihan.
c) Frenitis (peradangan otak) untuk
menandai bentuk perilaku yang aneh, yang mungkin saat ini disebut schizofrenia.
3.
Zaman Pertengahan (475-1450M).
Setelah
kepergian Galen, doktrin akan kekuatan supranatural sebagai penyebab perilaku
abnormal dikuatkan kembali oleh Gereja Katolik Roma.
Upaya penanganan dengan Upacara Pengusiran Roh Jahat.
Metodenya: berdo’a, mengayun-ayunkan tanda salib, memukul dan mencambuk.
Jika tak kunjung sembuh, disiksa dengan alat yang sangat menyakitkan, dengan harapan si penderita dapat termotivasi untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan masyarakat.
Upaya penanganan dengan Upacara Pengusiran Roh Jahat.
Metodenya: berdo’a, mengayun-ayunkan tanda salib, memukul dan mencambuk.
Jika tak kunjung sembuh, disiksa dengan alat yang sangat menyakitkan, dengan harapan si penderita dapat termotivasi untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan masyarakat.
4.
Ilmu Sihir (akhir abad 15 - akhir
abad 17).
Perempuan-perempuan
yang dituduh sebagai penyihir disiksa dan dibunuh, karena dianggap meracuni
hasil panen atau memakan bayi-bayi mereka.
Ada panduan untuk menyelidiki orang-orang yang dicurigai sebagai penyihir. Lebih dari 100.000 penyihir dibunuh pada 2 abad berikutnya.
Tes “diagnostik” dengan menenggelamkan orang yang dicurigai (logam murni).
Akademisi modern meyakini bahwa “penyihir” yang meyakini diri mereka dapat terbang, atau berhubungan dengan iblis, benar adanya dan ini merupakan fenomena psikologis yang dikenal sebagai halusinasi pada gangguan schizofrenia.
Ada panduan untuk menyelidiki orang-orang yang dicurigai sebagai penyihir. Lebih dari 100.000 penyihir dibunuh pada 2 abad berikutnya.
Tes “diagnostik” dengan menenggelamkan orang yang dicurigai (logam murni).
Akademisi modern meyakini bahwa “penyihir” yang meyakini diri mereka dapat terbang, atau berhubungan dengan iblis, benar adanya dan ini merupakan fenomena psikologis yang dikenal sebagai halusinasi pada gangguan schizofrenia.
5.
Rumah Sakit Jiwa (akhir abad 15 -
awal abad 16).
RSJ
atau penampungan orang gila menjamur di Eropa, juga bekas Leprosarium.RSJ
sebagai perlindungan bagi orang gila dan pengemis.
Tempat yang sangat mengerikan, sebab sebagian dari mereka dirantai di tempat tidur dan dibiarkan berbaring di tengah kotoran mereka, atau berkeliaran tanpa ada yang membantu.
Tempat yang sangat mengerikan, sebab sebagian dari mereka dirantai di tempat tidur dan dibiarkan berbaring di tengah kotoran mereka, atau berkeliaran tanpa ada yang membantu.
6.
Gerakan Reformasi dan Terapi Moral
(akhir 18 – awal 19).
Pussin
meyakini bahwa apabila mereka dirawat dengan kebaikan hati, maka mereka tidak
perlu lagi untuk dirantai.Kebanyakan dari mereka yang lebih mudah ditangani dan
tenang ketika rantai mereka dilepaskan.Melarang staf-stafnya berlaku kasar,
memindahkan pasien dari ruang gelap bawah tanah ke ruangan yg berfentilasi dan
cukup cahaya matahari.
Pinel
juga meluangkan waktu berjam-jam untuk berbicara dengan mereka.
Terapi Moral, yakni memberikan penanganan yang manusiawi dalam lingkungan yang santai dan layak dapat mengembalikan fungsi yang normal.
Benjamin Rush, bapak psikiater Amerika. Rumah sakitnya menjadi yang pertama di AS yang menerima pasien dengan ganggua psikologis. Ia juga menyukai manfaat terapi okupasional, musik dan perjalanan.
Terapi Moral, yakni memberikan penanganan yang manusiawi dalam lingkungan yang santai dan layak dapat mengembalikan fungsi yang normal.
Benjamin Rush, bapak psikiater Amerika. Rumah sakitnya menjadi yang pertama di AS yang menerima pasien dengan ganggua psikologis. Ia juga menyukai manfaat terapi okupasional, musik dan perjalanan.
7.
Pertengahan abad 19.
Keyakinan
bahwa perilaku abnormal dapat disembuhkan kurang disukai, dan menganggap
perilaku ini tidak dapat disembuhkan.RS mental menjadi tempat yang sangat
menakutkan. Jaket pengikat, borgol, tali, tempat kurungan, digunakan untuk
menangani pasien yang terlalu gembira dan membahayakan.Pasien dibiarkan dalam
bangsal yang minim sanitasi dan perawatan.Pertengahan abad-20 banyak seruan
untuk mereformasi sistem kesehatan mental.
8.
Gerakan Mental Higine.
Sistem
pusat kesehatan mental yang berskala nasional (comuniti mental health center
/CMHCs) menawarkan alternatif perawatan jangka panjang di institusi yang sangat
menyedihkan.
Muncul
sekelompok obat anti-psikotik yang dapat menekan simtom skhizofrenia, mengurangi
kebutuhan rawat inap di RS, dan dapat hidup bebas di masyarakat.Populasi
menurus, RS mental ditutup, banyak pramuwisma yang terlantar, tidur di terminal
dan stasiun, yang kebanyakan diantara mereka merupakan pasien mental yang
dilepaskan.
9.
The National Comite of Mental Hygine
(1909), di AS bertujuan untuk:
Mengubah
kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa penyakit mental tidak bisa
disembuhkan, membawa cacat dan kutukan.
Mendorong pengenalan diri dan prevensi penyakit mental (prevensi primer).Prevensi sekunder : menemukan secara dini gejala penyakit.
Mendorong pengenalan diri dan prevensi penyakit mental (prevensi primer).Prevensi sekunder : menemukan secara dini gejala penyakit.
Prevensi
tersier: upaya penyembuhan Menaikkan kondisi RS mental
·
Perbaikan teknik penyembuhan.
·
Pemberian pekerjaan yang menarik.
·
Perbaikan perlakuan perawat.
·
Perubahan sikap dokter.
10. Penyakit mental dianggap sebagai penyakit otak.
Pertengahan
abad-19, Hipocrates menganggap penyakit mental adalah penyakit otak, sehingga
faktor yang mendasarinya dilihat dari sistem sarafnya. Hipotesis Somatogenik :
mencari penyebab gangguan pada badan.
Kraeplin, konsepnya mengenai aspek fisik penyebab penyakin mental lebih luas dari orang-orang sebelumnya. Menurutnya, selain kerusakan otak ada hal lain yang berpengaruh yakni gangguan metabolisme dan penyakit glandula endokrin. Menurut kraeplin ada dua gangguan mental, yakni: Psikosis Manic Depresif dan Dimensia Praecox (skizofrenia).
Kraeplin, konsepnya mengenai aspek fisik penyebab penyakin mental lebih luas dari orang-orang sebelumnya. Menurutnya, selain kerusakan otak ada hal lain yang berpengaruh yakni gangguan metabolisme dan penyakit glandula endokrin. Menurut kraeplin ada dua gangguan mental, yakni: Psikosis Manic Depresif dan Dimensia Praecox (skizofrenia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar