miskonsepsi
dalam BK
1.
Tugas konselor di sekolah
mendisplinkan
Tugas konselor
terutama adalah menangani murid yang “suka membolos”, yang “nakal”, yang
melanggar disiplin sekolah. Masalah pelanggaran disiplin harus ditangani, kalau
tidak masalahnya akan menjadi parah, kalau perlu dengan menghukum seperti
menyertap, biar kapok. Adanya konselor di sekolah adalah untuk menangani
siswa-siswa yang bermasalah itu, mendisiplinkan mereka.
Tindakan yang
diambil terhadap siswa “yang nakal” itu seharusnya tindakan yang mendidik,
tidak menghukum. Kasus siswa bermasalah itu, harus dirujuk ke konselor. Cara
perujukannya juga harus yang mendidik, artinya tidak dengan kata-kata yang
bernada mengancam, seperti “ayo, ke ruang bimbingan, temui Bu Guru pembimbing,
biar tahu rasa kamu!.
Bahwa konselor itu
menerapkan pendekatan yang hangat, tidak menilai, memahami, menerima klien
dengan tulus, sikap asli, orisinil, artinya tidak dibuat-buat. Sehingga klien
yang bermasalah akan belajar memperbaiki tingkah lakunya yang salah. Kaidah
umum berbunyi “mengajar lebih membawa hasil daripada menghukum” hukuman tidak
efektif mengubah sikap perilaku.
2.
Pelayanan bimbingan
ditujukan kepada siswa yang bermasalah saja
Pengertian
bimbingan adalah bantuan untuk siswa yang bermasalah, kalau tidak bermasalah
tidak perlu bimbingan, tidak perlu konseling.
kalau bimbingan
hanya menangani siswa yang bermasalah saja, yang ada siswa akan enggan datang
ke kantor untuk menemui konselor, khawatir dikatakan teman-temannya bahwa
dirinya ada yang “tidak beres” didalam dirinya. sebetulnya tidak ada orang yang
tidak bermasalah, “berat” atau “ringan”. Masalah siswa mungkin mengambil bentuk
lain, muncul waktu sekarang di sekolah atau di luar sekolah, atau baru di waktu
kemudian masalahnya akan muncul. Adalah pasti masalah siswa berdampak pada pem
belajarannya.
3.
Penanganan murid bermasalah
itu urusan dan tugas konselor semata
Tugas guru
mengajar, menangani bidang pembelajaran, sedangkan tugas konselor menangani
bidang bimbingan, yaitu menangani siswa yang bermasalah.
Guru juga mempunyai
tugas bimbingan-bimbingan salah satu butir kompetensi profesi keguruan. Kalau
suatu kasus masalah dirujuk ke konselor, memang menjadi tugas kewajiban
konselor untuk menangannya. Akan tetapi dalam menangani kasus out konselor
tetap memerlukan kerjasama guru dan bantuan dari staf lain disekolah. Dengan
kata lain, penanganan kasus bukan tugas konselor semata. Bimbingan itu kerja
tim dan memerlukan pendekatan tim.
4.
Bantuan bimbingan dan
konseling itu pemberian nasehat, pemberian petunjuk
Tugas konselor
adalah membantu meringankan beban penderita siswa dengan nasihat, petunjuk,
mengarahkan, karena memang dia tidak tahu harus berbuat apa. Nasihat konselor itu pasti benar karena
konselor seseorang yang telah berusia, ahli, dan banyak pengetahuan serta
pengalaman hidup.
Bimbngan itu
proses, proses bantuan. konselor itu proses belajar, siswa belajar memahami
diri, menguasai ketrampilan memecahkan masalahnya sendiri, menyusun rencana,
belajar menentukan pilihan, belajar mengambil keputusan.
Batuan berupa
nasihat itu tidak mendidik, karena klien tidak belajar menguasai ketrampilan
memecahkan masalahnya sehingga klien menjadi bergantung selamaya pada orang lain. Salah satu butir pendidikan nasional adalah
menjadikan siswa mandiri.
5.
Konseling itu penyuluhan,
seperti penyuluhan di bidang pekerjaan lain
Penyuluhan dalam
bimbingan dan penyuluhan sama pengertiannya seperti istilah penyuluhan di
bidang pertanian, hukum dan keluarga berencana. Dapat dikatakan penyuluh aktif
dalam memberikan penyuluhan sedangkan orang yang mendapat penyuluhan hanya
dapat dikatakan mengikuti saja apa yang disampaikan oleh pemberi penyuluhan.
Dalam proses
konseling, siswa/klien pihak yang justru diusahakan atau di buat aktif, saling
berinteraksi dalam membahas kerisauan klien. Dalam hal masalah jusru klien
lebih tahu, karena dia sendiri yang merasakan dan mengalaminya.
6.
Bimbingan hanya berhasil
jika diberikan oleh petugas yang “sudah berumur”
Orang yang sudah
berumur banyak pengalaman hidupnya, sudah banyak “makan asam garam” kehidupan,
maka dari orang-orang berumur itu bisa diharapkan nasihat-nasihatnya.
Bagi seorang
konselor, dari keberhasilan dalam menjalankan tugas bantuannya, ada soal yang
lebih penting daripada usia. Itu adalah kemampuan memperlihatkan kepada klien
sifat-sifat ketulusan, keaslian, pemahaman dan penerimaan. Orang yang sudah
berusia barangkali memang banyak pengalamannya, akan tetapi pengalaman banyak
itu tidak mencukupi sebagai syarat ia memiliki kemampuan membantu orang yang
bermasalah. Dalam hal ini sama sekali tidak ada persoalan usia.
7.
Penyelesaian kasus masalah
klien bisa serta-merta, dalam waktu singkat
Konseling itu
pemberian nasihat, pemberian nasihat tidak memakan waktu yang lama.
keberhasilan pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor ditandai dengan
cepatnya dia menyelesaikan kasus masalah yang diserahkan penanganannya
kepadanya. Cepatnya terselesaikan masalah ukuran “kepandaian” konselor.
Konseling itu
adalah proses belajar, tidak jarang penanganan masalah klien memakan waktu
lama. Memang ada kasus yang bisa selesai hanya dalam sekali pertemuan
konseling. Tetapi tidak jarang ada kasus yang penanganan memakan sampai
sepuluh,bahan lebih, sesi pertemuan konseling.
8.
Konselor sekolah perlu
memegang vak (mengajar) agar berwibawa
Pekerjaan keguruan
dan bimbingan itu ada persamaan. kalau dibidang pengajaran guru perlu mempunyai
kewibawaan, maka konselor juga. Guru berwibawa dimata siswa karena dia mengajar
dan dengan mengajar guru disegani siswa. Konselor tidak mengajar, padahal perlu
kewibawaan juga, maka konselor perlu “masuk kelas” dan “memegang vak” agar
berwibawa.
Dalam bimbingan, dan
khususnya bagi konselor memang ada istilah wibawa dan kewibawaan, tetapi dalam
arti ia seorang ahli “ilmu” dan kiat (seni) bantuan psikologis. Kewibawaan
dalam arti seperti itu tidak harus dicapai dengan “memegang vak”. Konselor
mengajar (selaku guru) ada juga segi kelemahan dan bisa merugikan hubungan
konselor-klien. Kelemahannya itu di antaranya, waktu konseling peranan orang
yang sedang ditemui klien kabur, sebagai seorang konselor yang seharusnya
jelas, yaitu peranan aktif dan menentukan jalannya konseling.
9.
Program bimbingan berhasil
hanya kalau dilengkapi tes
Tes alat untuk mengetahui
isi jiwa orang, termasuk kalau jiwa mengandung masalah. Bimbingan di sekolah
tidak akan berjalan baik jika di sekolah itu tidak tersedia alat-peralatan tes.
Kalau disekolah
memiliki sendiri perangkat tes itu bagus sekali, karena dengan perangkat tes
tugas pelaksanaan bimbingan konselor akan sangat terbantu. Tetapi adanya dan
dimilikinya sendiri tes bagi suatu sekolah tidak mutlak. Tes sekedar alat bantu
bagi konselor sendiri disamping juga bagi klien. Konseling memang memerlukan
data dan keterangan pribadi, keterangan pribadi yang paling handal adalah yang
berasal langsung dari klien. Konseling yang membantu klien dengan berhasil baik
tanpa sama sekali menggunakan tes.
10. Konseling mulai dengan pemberian tes
Penananan kasus
masalah klien mesti diawali dengan pemberian tes, untuk menentukan jenis
“penyakit” yang dialami kien. Baru setelah diketahui akar masalah klien bisa
konselor memberikan saran pemecahan sejak awal. Kalau tidak diketahui jenis
penyakit klien sejak awal, penanganan masalah susah, bahkan mungkin gagal,
karena harus dikenali sumber masalahnya.
Konseling paham
baru tidak memulai proses bantuan dengan memberikan tes seperti kerja dokter,
tetapi dengan melakukan wawancara di dalamnya klien mengungkapkan apa yang
menjadi keseriusannya. Dari wawancara barulah diketahui apakah tes diperlukan
atau tidak.
Data pribadi klien
bisa didapat dari cara-cara “non-tes”, seperti angket, otobiografi, sosiometri,
wawancara (yaitu wawancara pengumpulan data).
11. Bimbingan adalah bimbingan karir
BK (bimbingan dan
konseling) disama artikan dengan singkatan Bimbingan Karir (BK). Bimbingan
Karir hanya salah satu saja dari macam-macam bimbingan, ada bimbingan belajar,
bimbingan sosial dsb.
12. Tugas konselor disamakan dengan tugas dokter ahli jiwa
(psikiater)
Tugas konselor
banyak berurusan dengan perasaan, dengan jiwa. Masalah siswa yang ditangani
konselor juga masalah kejiwaan. Maka konselor itu erkerjaannya semacam
pekerjaan dokter ahli jiwa.
Psiiater tu dokter,
seorang ahli penyakit jiwa, sedangkan konselor sekolah bukan dokter, bukan pula
seorang ahli, Kalaupun mau disebut ahli, konselor itu ahli pendidikan, lebih
tepat seorang pendidik. Orang yang dihadapi oleh psikiater orang yang sakit,
yang menyimpang perilakunya, yang mengalami gangguan kepribadian, sedangkan
yang dihadapi konselor sekolah siswa yang wajar-wajar saja perilakunya,
katakanlah “normal”. Dalam hal pendekatan penanganan kasuspun berbeda sekali
antara yang ditempuh psikiater dan konselor pada umumnya; bagi psikiater
diagnosis prosedur standar sedangkan konselor tidak; kalaupun dikenal istilah
diagnosis dalam konseling pengertiannya beda sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar