Kamis, 16 Oktober 2014

MISKONSEPSI DALAM BK



miskonsepsi dalam BK
1.    Tugas konselor di sekolah mendisplinkan
Tugas konselor terutama adalah menangani murid yang “suka membolos”, yang “nakal”, yang melanggar disiplin sekolah. Masalah pelanggaran disiplin harus ditangani, kalau tidak masalahnya akan menjadi parah, kalau perlu dengan menghukum seperti menyertap, biar kapok. Adanya konselor di sekolah adalah untuk menangani siswa-siswa yang bermasalah itu, mendisiplinkan mereka.
Tindakan yang diambil terhadap siswa “yang nakal” itu seharusnya tindakan yang mendidik, tidak menghukum. Kasus siswa bermasalah itu, harus dirujuk ke konselor. Cara perujukannya juga harus yang mendidik, artinya tidak dengan kata-kata yang bernada mengancam, seperti “ayo, ke ruang bimbingan, temui Bu Guru pembimbing, biar tahu rasa kamu!.
Bahwa konselor itu menerapkan pendekatan yang hangat, tidak menilai, memahami, menerima klien dengan tulus, sikap asli, orisinil, artinya tidak dibuat-buat. Sehingga klien yang bermasalah akan belajar memperbaiki tingkah lakunya yang salah. Kaidah umum berbunyi “mengajar lebih membawa hasil daripada menghukum” hukuman tidak efektif mengubah sikap perilaku.

2.    Pelayanan bimbingan ditujukan kepada siswa yang bermasalah saja
Pengertian bimbingan adalah bantuan untuk siswa yang bermasalah, kalau tidak bermasalah tidak perlu bimbingan, tidak perlu konseling.
kalau bimbingan hanya menangani siswa yang bermasalah saja, yang ada siswa akan enggan datang ke kantor untuk menemui konselor, khawatir dikatakan teman-temannya bahwa dirinya ada yang “tidak beres” didalam dirinya. sebetulnya tidak ada orang yang tidak bermasalah, “berat” atau “ringan”. Masalah siswa mungkin mengambil bentuk lain, muncul waktu sekarang di sekolah atau di luar sekolah, atau baru di waktu kemudian masalahnya akan muncul. Adalah pasti masalah siswa berdampak pada pem belajarannya.

3.    Penanganan murid bermasalah itu urusan dan tugas konselor semata
Tugas guru mengajar, menangani bidang pembelajaran, sedangkan tugas konselor menangani bidang bimbingan, yaitu menangani siswa yang bermasalah.
Guru juga mempunyai tugas bimbingan-bimbingan salah satu butir kompetensi profesi keguruan. Kalau suatu kasus masalah dirujuk ke konselor, memang menjadi tugas kewajiban konselor untuk menangannya. Akan tetapi dalam menangani kasus out konselor tetap memerlukan kerjasama guru dan bantuan dari staf lain disekolah. Dengan kata lain, penanganan kasus bukan tugas konselor semata. Bimbingan itu kerja tim dan memerlukan pendekatan tim.

4.    Bantuan bimbingan dan konseling itu pemberian nasehat, pemberian petunjuk
Tugas konselor adalah membantu meringankan beban penderita siswa dengan nasihat, petunjuk, mengarahkan, karena memang dia tidak tahu harus berbuat apa.  Nasihat konselor itu pasti benar karena konselor seseorang yang telah berusia, ahli, dan banyak pengetahuan serta pengalaman hidup.
Bimbngan itu proses, proses bantuan. konselor itu proses belajar, siswa belajar memahami diri, menguasai ketrampilan memecahkan masalahnya sendiri, menyusun rencana, belajar menentukan pilihan, belajar mengambil keputusan.
Batuan berupa nasihat itu tidak mendidik, karena klien tidak belajar menguasai ketrampilan memecahkan masalahnya sehingga klien menjadi bergantung selamaya pada orang lain.  Salah satu butir pendidikan nasional adalah menjadikan siswa mandiri.

5.    Konseling itu penyuluhan, seperti penyuluhan di bidang pekerjaan lain
Penyuluhan dalam bimbingan dan penyuluhan sama pengertiannya seperti istilah penyuluhan di bidang pertanian, hukum dan keluarga berencana. Dapat dikatakan penyuluh aktif dalam memberikan penyuluhan sedangkan orang yang mendapat penyuluhan hanya dapat dikatakan mengikuti saja apa yang disampaikan oleh pemberi penyuluhan.
Dalam proses konseling, siswa/klien pihak yang justru diusahakan atau di buat aktif, saling berinteraksi dalam membahas kerisauan klien. Dalam hal masalah jusru klien lebih tahu, karena dia sendiri yang merasakan dan mengalaminya.

6.    Bimbingan hanya berhasil jika diberikan oleh petugas yang “sudah berumur”
Orang yang sudah berumur banyak pengalaman hidupnya, sudah banyak “makan asam garam” kehidupan, maka dari orang-orang berumur itu bisa diharapkan nasihat-nasihatnya.
Bagi seorang konselor, dari keberhasilan dalam menjalankan tugas bantuannya, ada soal yang lebih penting daripada usia. Itu adalah kemampuan memperlihatkan kepada klien sifat-sifat ketulusan, keaslian, pemahaman dan penerimaan. Orang yang sudah berusia barangkali memang banyak pengalamannya, akan tetapi pengalaman banyak itu tidak mencukupi sebagai syarat ia memiliki kemampuan membantu orang yang bermasalah. Dalam hal ini sama sekali tidak ada persoalan usia.

7.    Penyelesaian kasus masalah klien bisa serta-merta, dalam waktu singkat
Konseling itu pemberian nasihat, pemberian nasihat tidak memakan waktu yang lama. keberhasilan pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor ditandai dengan cepatnya dia menyelesaikan kasus masalah yang diserahkan penanganannya kepadanya. Cepatnya terselesaikan masalah ukuran “kepandaian” konselor.
Konseling itu adalah proses belajar, tidak jarang penanganan masalah klien memakan waktu lama. Memang ada kasus yang bisa selesai hanya dalam sekali pertemuan konseling. Tetapi tidak jarang ada kasus yang penanganan memakan sampai sepuluh,bahan lebih, sesi pertemuan konseling.

8.    Konselor sekolah perlu memegang vak (mengajar) agar berwibawa
Pekerjaan keguruan dan bimbingan itu ada persamaan. kalau dibidang pengajaran guru perlu mempunyai kewibawaan, maka konselor juga. Guru berwibawa dimata siswa karena dia mengajar dan dengan mengajar guru disegani siswa. Konselor tidak mengajar, padahal perlu kewibawaan juga, maka konselor perlu “masuk kelas” dan “memegang vak” agar berwibawa.
Dalam bimbingan, dan khususnya bagi konselor memang ada istilah wibawa dan kewibawaan, tetapi dalam arti ia seorang ahli “ilmu” dan kiat (seni) bantuan psikologis. Kewibawaan dalam arti seperti itu tidak harus dicapai dengan “memegang vak”. Konselor mengajar (selaku guru) ada juga segi kelemahan dan bisa merugikan hubungan konselor-klien. Kelemahannya itu di antaranya, waktu konseling peranan orang yang sedang ditemui klien kabur, sebagai seorang konselor yang seharusnya jelas, yaitu peranan aktif dan menentukan jalannya konseling.

9.    Program bimbingan berhasil hanya kalau dilengkapi tes
Tes alat untuk mengetahui isi jiwa orang, termasuk kalau jiwa mengandung masalah. Bimbingan di sekolah tidak akan berjalan baik jika di sekolah itu tidak tersedia alat-peralatan tes.
Kalau disekolah memiliki sendiri perangkat tes itu bagus sekali, karena dengan perangkat tes tugas pelaksanaan bimbingan konselor akan sangat terbantu. Tetapi adanya dan dimilikinya sendiri tes bagi suatu sekolah tidak mutlak. Tes sekedar alat bantu bagi konselor sendiri disamping juga bagi klien. Konseling memang memerlukan data dan keterangan pribadi, keterangan pribadi yang paling handal adalah yang berasal langsung dari klien. Konseling yang membantu klien dengan berhasil baik tanpa sama sekali menggunakan tes.


10. Konseling mulai dengan pemberian tes
Penananan kasus masalah klien mesti diawali dengan pemberian tes, untuk menentukan jenis “penyakit” yang dialami kien. Baru setelah diketahui akar masalah klien bisa konselor memberikan saran pemecahan sejak awal. Kalau tidak diketahui jenis penyakit klien sejak awal, penanganan masalah susah, bahkan mungkin gagal, karena harus dikenali sumber masalahnya.
Konseling paham baru tidak memulai proses bantuan dengan memberikan tes seperti kerja dokter, tetapi dengan melakukan wawancara di dalamnya klien mengungkapkan apa yang menjadi keseriusannya. Dari wawancara barulah diketahui apakah tes diperlukan atau tidak.
Data pribadi klien bisa didapat dari cara-cara “non-tes”, seperti angket, otobiografi, sosiometri, wawancara (yaitu wawancara pengumpulan data).

11. Bimbingan adalah bimbingan karir
BK (bimbingan dan konseling) disama artikan dengan singkatan Bimbingan Karir (BK). Bimbingan Karir hanya salah satu saja dari macam-macam bimbingan, ada bimbingan belajar, bimbingan sosial dsb.

12. Tugas konselor disamakan dengan tugas dokter ahli jiwa (psikiater)
Tugas konselor banyak berurusan dengan perasaan, dengan jiwa. Masalah siswa yang ditangani konselor juga masalah kejiwaan. Maka konselor itu erkerjaannya semacam pekerjaan dokter ahli jiwa.
Psiiater tu dokter, seorang ahli penyakit jiwa, sedangkan konselor sekolah bukan dokter, bukan pula seorang ahli, Kalaupun mau disebut ahli, konselor itu ahli pendidikan, lebih tepat seorang pendidik. Orang yang dihadapi oleh psikiater orang yang sakit, yang menyimpang perilakunya, yang mengalami gangguan kepribadian, sedangkan yang dihadapi konselor sekolah siswa yang wajar-wajar saja perilakunya, katakanlah “normal”. Dalam hal pendekatan penanganan kasuspun berbeda sekali antara yang ditempuh psikiater dan konselor pada umumnya; bagi psikiater diagnosis prosedur standar sedangkan konselor tidak; kalaupun dikenal istilah diagnosis dalam konseling pengertiannya beda sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar