AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL
A.
Fungsi Agama dalam Kehidupan.
Agama sebagai bentuk keyakinan manusia
terhadap sesuatu yang Maha Kuasa (adi kodrati) menyertai seluruh ruang
lingkup kehidupan manusia baik dalam kehidupan individu, masyarakat, material,
spritual, duniawi, ukhrawi.
1.
Fungsi agama dalam kehidupan individu.
a. Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga
kesusilaan.
Dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai bagi kehidupan manusia yang di
jadikan acuan dan sekaligus sebagai petunjuk.
Sebagian petunjuk agama menjadi kerangka acuan dalam berfikir, bersikap dan berperilaku agar sejalan
dengan keyakinan yang dianutnya.[1]
b. Agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi.
Manusia memerlukan kebutuhan hidup
seperti makan, pakaian, istirahat dan seks sampai kebutuhan psikis, keamanan,
ketentraman, persahabatan, penghargaan dan kasih sayang, maka seseorang akan
memuaskan kebutuhan tersebut tapi apabila tidak terpenuhi maka akan menimbulkan
kekecewaan yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan yang disebut frustasi.
c. Agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan.
Ketakutan yang dimaksud dalam kaitan
agama ada 2 yaitu ketakutan yang tidak ada objek dan ketakutan yang mempunyai
objek.[2]
d. Agama sebagai sarana untuk memuaskan
keingintahuan.
Agama mampu memberikan kesukaran
intelektual-kognitif, sejauh kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial
dan psikologis, yaitu oleh keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam
kehidupan yaitu dari mana manusia datang dan apa tujuan hidup, dan mengapa
manusia ada dan kemana manusia kembali setelah mati.
2.
Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat.
Masalah agama tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat,
karena akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat, dalam
prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain:
a.
Berfungsi
edukatif.
b.
Berfungsi
penyelamat.
c.
Berfungsi
sebagai perdamaian.
d.
Berfungsi
sebagai social control.
e.
Berfungsi
sebagai pemupuk solidaritas.
f.
Berfungsi
tranformatif.
g.
Berfungsi
kreatif.
3.
Fungsi agama dalam menghadapi krisis modernisasi.
Secara historis, modernisasi merupakan perubahan-perubahan
masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau masyarakat
pramodern. Proses perubahan itu didorong oleh berbagai usaha masyarakat dalam
memperjuangankan harapan dan cita-citanya, yaitu perubahan hidup lebih baik. Karekteristik
yang umum dari modernisasi adalah menyangkut berbagai bidang tradisi sosial kemasyarakatan,
ilmu pengetahuan dan teknologi, kependudukan dan mobilitas sosial. Dominasi
tradisi yang ada pada masa tradisional yang selalu bernilai positif dan diterima
masyarakat kian terpinggir akibatnya masyarakat modern mengalami berbagai
krisis, untuk mengatasi krisis tersebut agama sangatlah berperan penting dalam
halnya sebagaimana ada pepatah mengatakan islam itu tidak ketinggalan zaman
tetapi mengikuti zaman.[3]
a.
Agama
berfungsi untuk mengatasi krisis spiritual.
Menurut kamarudin hidayat,
bahwa salah satu puncaknya rasionalisme dan teknologi di zaman modern ini
adalah persepsi dan apresiasi tentang tuhan dan kebutuhan tidak lagi mendapat
tempat yang hormat, nilai-nilai spiritual telah lenyap dari manusia modern.
Jadi dalam pengamalan
agama dalam konteks ini berfungsi menggerakan manusia dalam mencapai
kebahagiaan yang hakiki. Untuk meningkat kan kebahagiaan dapat di lakukan dengan
membangun pola hidup yang berorientasi kepada rohani atau spiritual dan melepaskan pandangan keduniaan yang serba benda dalam pandangan sufisme
hidup demikian dinamakan zuhud.[4]
4.
Fungsi agama dalam pembangunan.
Mukhti Ali mengemukakan
peranan agama dalam pembangunan adalah:
a.
Sebagai
ethos.
b.
Sebagai
motivasi.
B. Agama
Sebagai Therapy Terhadap Gangguan Kejiwaan.
Agama sebagai terapi kesehatan
mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas dalam ayat-ayat Al-Quran, di
antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagiaan adalah:
1.
Q.S
An-Nahl 16:97.
ô`tB @ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhsÛ ( ó
Oßg¨YtÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$2 tbqè=yJ÷èt ÇÒÐÈ
“Artinya : Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan”.[5]
Terapi ialah usaha
penaggulangan suatu penyakit atau gejala yang ada dalam diri makhluk hidup.
1.
Bentuk-bentuk Terapi.
Terapi
bermacam bentuk ada yang secara lisan yaitu dengan diberi norma-norma agama,
ada pula berbentuk seperti pijat, dan operasi.
Pendekatan terapi keagamaan ini dapat dirujuk dari
informasi Al-Qur’an sendiri sebagai kitab suci. Diantara konsep terapi gangguan
mental ini adalah pernyataan Allah: dalam surat Yunus.
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# ôs% Nä3ø?uä!$y_ ×psàÏãöq¨B `ÏiB öNà6În/§ Öä!$xÿÏ©ur $yJÏj9 Îû ÍrßÁ9$# Yèdur ×puH÷quur
tûüÏYÏB÷sßJù=Ïj9 ÇÎÐÈ
Artinya:
Wahai manusia, sesungguhnya sudah datang dari Tuhanmu al-Qur’an yang
mengandung pengajaran, penawar bagi penyakit batin (jiwa), tuntunan serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Yunus: 57).[6]
C. Peranan
Agama Dalam Pembinaan Mental.
Ada beberapa peranan pendidikan
agama dalam kesehatan mental, yaitu:
1.
Dengan
agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup.
2.
Ajaran
agama sebagai penolong dalam kesukaran hidup.
3.
Aturan
agama dapat menentramkan batin.
4.
Ajaran
agama sebagai pengendali moral.
5.
Agama
dapat menjadi therapi jiwa.
[1] Abdul
Mujib, Fitra dan Keperibadian Sebuah Pendekatan Psikologi, (Tesis Pandangaan
Fakultas Pascasarjana IAIN Imam Bonjol
Padang, 1998), h. 24
[2] Elizabeth
K. Nottingham, Agama
dan Masyarakat, Suatu Pengantar
Sosiologi Agama, (Jakarta: Rajawali,1985), h. 95
[3] Sayit Husein Naser, Tasawuf Dulu dan Sekarang, Terjemahan Abdul Hadi, (Jakarta: Pustaka Pirdaus 1994), h. 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar